Masalah yang kedua adalah akibat perbedaan tafsir tentang
luas situs Sunan Giri, terutama tentang batas zona situs. Batas mana yang
termasuk situs Zona I dan yang mana yang masuk dalam Zona II yang sekarang oleh
pemerintah sudah terlanjur diurug tanah,dan celakanya didalam wilayah itu
terdapat jalan utama menuju makam dalam bentuk bangunan berundak (tangga).
Kenekatan pemkab Gresik yang terkesan terburu-buru memulai
revitalisasi yang diawali dengan pengurukan tersebut karena mereka mengaku
telah mendapat rekomendasi dari Tim Purbakala Trowulan. Sayangnya dalam hal ini
pemerintah tidak terbuka dan terkesan enggan untuk berdialog dengan tokoh
masyarakat atau para komunitas pemerhati budaya dan sejarah baik sebelum
pelaksanaan proyek maupun pada saat proyek berjalan yang kemudian dihentikan
pengurukannya bahkan tangga utama yang terlanjur diuruk akhirnya dikeruk
kembali (tapi terkesan asal keruk, bahkan tidak menutup kemungkinan ada bangunan
tangga yang rusak akibat pengerukan itu).
Masalah yang ketiga, dalam wilayah proyek tidak terlihat
papan nama proyek itu serta tak tampak pula masterplant atau gambar rencana
proyek yang semestinya terpampang di situ agar masyarakat tahu seperti apa
kelak jika proyek revitalisasi situs Sunan Giri itu selesai.
JIka niat baik pemerintah ini tidak segera dicari solusi
yang membuat adem masyarakat, bisa jadi akan berakibat masalah yang berlanjut
dan berbuntut panjang. Bahkan yang mengkhawatirkan bisa menjadi alat politik
untuk menyudutkan salah satu fihak, terutama mereka yang sedang berkuasa. Belum
lagi kerugian anggaran akibat terhenti sementaranya proyek, ingat ini uang
rakyat juga.
Sementara ketika penulis terjun langsung dan berdialog
dengan masyarakat peziarah dari luar kota Gresik untuk minta pendapat tentang
keadaan makam saat ini, justru banyak yang menyayangkan dan kecewa.
LUAS BANGUNAN SITUS MAKAM SUNAN GIRI
Jika kita membaca buku karangan Aminuddin Kasdi yang
berjudul Kepurbakalaan Sunan Giri –Sosok Akulturasi Kebudayaan Indonesia asli,
Hindu-Budha dan Islam Abad 15-16, maka disitu dijelaskan bahwa kompleks Sunan
Giri terdiri dari kompleks makam dan kompleks masjid. Kompleks makam Sunan Giri
luasnya hamper memenuhi daerah perbukitan (Giri Gajah?). Batas selatan sampai
belakan pasar desa Giri. Batas timur mulai dari pintu masuk yang ada di muka
pasar (yang sekarang jadi tempat parkir) terus ke utara, kemudian membujur ke
barat sampai pada kompleks makam Sunan Prapen. Situs tersebut memanjang dati timur
ke barat kurang lebih 600 m.Di atas situs itulah berdiri banguan-bangunan
makam, cungkup, gapura dan masjid. (hal.94)
Untuk masuk ke kompleks makam Sunan Giri dari arah selatan
(arah tangga yang kini jadi masalah:Red.)tersedia jalan melalui gapura yang
berbentuk candi bentar. Lahan di lereng bukit di selatan candi bentar merupakan
tempat pemakaman. Berdasarkan perbandingan dengan komples Sunan Drajat, gapura
bentar itu seharusnya berada pada TINGKAT- 5 dari tingkat-tingkat (tangga) di
kompleks Sunan Giri. Pada dasarnya bangunan garura candi bentar ini mirip
dengan dengan bentuk atau pola candi bentar Wringin Lawang, yaitu merupakan
candi Jawa Timur yang dibelah dua dan biasanya bersayap. Pada bagian kiri kanan
gapura Giri walaupun agak rusak masih terlihat bekas-bekas kaitan tembok,
sebagai petunjuk bahwa gapura candi bentar Giri juga memiliki sayap. Pada lebih
kurang 30 meter ke tangga atas dari gapura candi bentar itu, sampailah kita ke
candi bentar gapura (yang besar dengan tinggi kira-kira 6m.) di TINGKAT- 6 dari
susunan bangunan di kompleks Sunan Giri. Kemudian naik lagi melalui candi
bentar kecil (tinggi 2m) yang merupakan pintu masuk ke pemakaman pada tingkat
paling tinggi, yaitu TINGKAT ke 7 yang lebih tinggi 1m dari pada tingkat di
belakang candi bentar besar. Di belakang candi bentar kecil terdapat pintu
masuk ke makam yang berjarak kl. 3m berbentuk candi yang pintunya tembus tapi
beratap. Pada jaman Hindu disebut paduraksa, dan pada jaman Islam disebut Kori
Agung sebagai pintu masuk kedalam kelompok bangunan tersakral sebagai bangunan
utama. (hal 95-96)
JIka kita teliti pada tulisan diatas, maka jika bangunan
gapura bersayap (dan di depannya ada patung naga kembar itu masuk pada
TINGKAT-4, maka di depan/ di bawah gapura itu tentu berturut turut terdapat
bangunan TINGKAT-3, TINGKAT-2 dan TINGKAT-1.
Dan kemungkinan yang disebut bangunan TINGKAT-1 itu adalah
pintu masuk yang sekarang menjadi tempat parkir dan yang terlanjur rusak karena
diuruk itu termasuk dalam bangunan TINGKAT-2 dan 3.
Wallahualam.
Share yg keren gan,,, bisa buat bahan tugas akhir ane...
BalasHapustq gan..