Minggu, 14 Oktober 2012

Jelajah Pusaka Gresik Kota Tua


Gresik merupakan kota pelabuhan dan perdagangan yang berkembang sejak Nusantara menjadi titik simpul perdagangan Internasional di kawasan paling Timur benua Asia yang semakin lama makin ramai.
Komunitas-komunitas sosial baru yang terbentuk dan semangat pribumi yang berbeda dengan semangat kebangsawan di sentral Jawa membuat kota Gresik berkembang menjadi kota pelabuhan, kota  perdagangan serta peradaban baru. Hal inilah yang menyebabkan kota Gresik tumbuh dan berkembang dengan masyarakat yang multi cultural dan multi etnis.
Sejak zaman kerajaan Majapahit keberadaan kota Gresik sudah disebut-sebut sebagai salah satu prototype kota tua. Peranannya sebagai kota dagang mulai berkembang sejak pertengahan abad ke-14 seirama dinamika kota-kota dagang lainnya di Nusantara yang juga terkait dalam jaringan perdagangan dunia.
Dari jalur perdagangan, dari Maluku melintasi selat Flores, Laut Jawa, selat Malaka, teluk Benggala, pantai Coromandel dan Malabar di India, Gujarat, Persia sera diteruskan sampai ke Eropa, pada jalur inilah kota Gresik menjadi salah satu simpul perdagangan yang sangat penting.

Lahirnya Gresik sebagai kota dagang dunia dan kota pelabuhan disebabkan oleh posisi Gresik yang strategis sebagai kota pelabuhan karena didukung keberadaannya di pantai utara laut Jawa yang menjadi jalur utama perdagangan Nusantara dan Internasional.

Kondisi geologi dan struktur tanah pantai Gresik yang sebagian besar berbatu-batu menjamin tidak ada proses pendangkalan pantai, sehingga memudahkan kapal berlabuh. Kota Gresik yang diapit oleh dua muara sungai besar yaitu Bengawan Solo di sisi Barat kota Gresik dan sungai Brantas di sisi Timur menjadikan kota Gresik sebagai kota pelabuhan yang strategis sekaligus sebagai simpul sistem perdagangan regional yang menghubungkan daerah pedalaman pulau Jawa (jawa Tengah melalui Bengawan Solo dan Jawa Timur melalui Sungai Brantas) dengan luar Jawa.

Sebagian wilayah Gresik terdiri dari tanah tandus, gersang dan berbukit-bukit kapur keras sehingga tidak memungkinkan penduduk Gresik menjadi masyarakat agraris. Pertanian padi serta sayur mayur yang membutuhkan tanah yang cukup berair tidak akan tumbuh di Gresik.  Petani petani lading bercocok tanam jenis tanaman kering antara lain seperti buah mangga, jambu dan pisang yang bisa tumbuh di Gresik

Mendengar Kota Gresik, yang muncul dibenak adalah kota yang gersang dan tandus. Tapi ternyata kota santri ini masih menyimpan tradisi seni, budaya dan gedung-gedung kuno yang diwariskan dari karya leluhur-leluhur yang dapat dikategorikan sebagai “masterpiece” kota yang menyimpan banyak peninggalan sejarah. Hampir diseluruh sudut kota Gresik lama seolah bisa bercerita mengenai masa lalunya, sebuah masa yang bisa disebut cikal-bakal sebuah setting peradaban. 
Goresan masa lalu yang masih tampak diantaranya, Masjid Jami’ yang dibangun tahun 1600, gedung DPRD yang semulanya dibangun untuk markas Belanda kemudian menjadi markas tentara Republik, beralih menjadi Kodim dan yang terakhir dipakai untuk Gedung DPRD.
Dari gedung DPRD kita berbelok menuju jalan Raden Santri yang dahulunya jalan Bedilan, salah satu  bangunan yang menonjol di jl Rd. Santri yang dibangun oleh H. Djarkasi tahun 1910, awalnya bangunan ini berfungsi sebagai toko sedang bangunan atas berfungsi sebagai rumah walet. Dipertigaan Jalan Raden Santri, Jl. Basuki Rachmad dan Jalan HOS Cokroaminoto ada Kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dahulu dikenal dengan ANIEM dibangun tahun 1929.
Dari jalan Rd Santri kita meneruskan jelajah menuju jl Basuki Rachmad (d/h Lojie Gede), pertama kita lihat Sirene atau orang Gresik menyebut Suling yang dibangun pada zaman Belanda. Fungsinya sebagai pemberitahuan kepada penduduk kalau ada serangan musuh baik dari laut maupun dari udara.

Sebuah rumah kuno yang masih bertahan dengan keasliannya, namanya Landraad atau Kantor Pengadilan yang dibangun oleh Pemerintah Belanda dan disebelah kirinya terdapat bangunan Gedung Societed tempat tentara Belanda Santai sambil bermain billyard dan berdansa. Gedung inipun dibangun oleh Pemerintah Belanda. Pada tahun 1945 pada saat Belanda mau meninggalkan Indonesia gedung ini dijual kepada H. Djaelan bin H. Oemar pengusaha asal Kampung Kemasan (pemilik Gajah Mungkur).

Bangunan yang menonjol adalah Rumah sebelah kiri gedung Societed ini. Rumah ini diapit antara gedung Societed dan Asrama tentara Belanda, dibangun oleh orang pribumi kaya yang bergerak dalam bidang pertambakan namanya H. Djen, sampai sekarang rumah ini tidak mengalami perubahan.

Dari deretan gedung-gedung yang paling ujung adalah Kantor Pos yang dibangun pada zaman Belanda. Aesitektur bangunan ini tidak mengalami perubahan dari dia sejak dibangun dan masih berfungsi sebagai jasa pengiriman barang bagi masyarakat Gresik.

Berseberangan dengan Kantor Pos adalah Kantor Polisi (Polres) yang memang sejak dulu dipakai kantor Polisi. Dahulu dihalaman kantor ini ada Lapangan Tennis yang setingkat dengan Lapangan Tennis Embong Sawo Surabaya yang bersejarah, yang dibangun pada zaman Belanda. Dari Lapangan Tennis ini telah tercipta pemain muda berbakat Budiman Asnar yang menjadi juara Tennis Junior Indonesia.

Sebelah kiri dari Kantor Polisi, adalah rumah dinas Wakil Bupati, yang pada zaman Belanda merupakan  rumah dinas Assistant Recident dan pada zaman Kemerdekaan menjadi kantor Wedono Gresik dan setelah Gresik menjadi Kabupaten rumah ini dipakai rumah dinas Wakil Bupati.

Dari jalan Basuki Rachmad kita menuju jl. HOS Cokroaminota d/h Garling Straat yang panjangnya hanya sekitar  200 m tetapi mempunyai sejarah perdagangan yang cukup panjang, karena di jalan ini ada dua bangunan Ruko (rumah toko) yang saling berhadapan. Yang sebelah Timur dibangun tahun 1903 oleh pengusaha Belanda dan yang sebelah Barat dibangun oleh pribumi tahun 1911.
Memasuki jalan Nyai Ageng Arem-Arem yang dahulunya namanya Embong Peti, karena ada seorang tukang pembuat peti yang hasil karya petinya dikenal kuat dan bagus, banyak anak buah kapal dari luar Jawa yang membeli disebabkan petinya tidak mudah rusak walaupun sering kena air laut.

Di jalan ini kita disuguhi Gedung Limo yang pintunya berjumlah lima yang fungsi dari gedung ini dahulunya adalah gudang tempat menyimpan kulit dan barang lainnya. Berhadapan dengan gedung ini ada gedung yang gagah yang dibangun tahun 1898 oleh H. Djaelan B.H Oemar anak ke dari H.Oemar Kampung Kemasan.

 Kami memasuki halaman rumah Gajah Mungkur disebut demikian karena ada patung Gajah yang mungkuri (membelakangi jalan) jalan. Pada tahun 1926 pernah dikunjungi Raja Solo Paku Buwono ke X, beliaupun tertarik dengan bangunan ini dan meminta H. Djaelan untuk membangun rumah yang serupa di Solo lengkap dengan patung gajahnya, dan sampai sekarang bangunan ini masih ada.

Disamping rumah Gajah Mungkur terdapat sederetan rumah-rumah kuno yang masih bertahan dengan keasliannya, rumah kembar dari keluarga H.M. Ekram bin H.M. Haroen, rumahnya Tiang Bo dengan halaman yang luas, Rumah keluarga H. Aboe.
( Oemar Zaiduddin /Pakde Noot)

Tulisan ini sebagai panduan dalam acara TEMU PUSAKA 2012 Sub Acara: GRESIK HERITAGE TRAIL ( Jelajah Pusaka Gresik) di Kampung Kemasan, Lodjie Gede dan Wilayah Gadjah Moengkoer Gresik Kota Lama.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar