Gresik merupakan kota pelabuhan dan perdagangan yang
berkembang sejak Nusantara menjadi titik simpul perdagangan Internasional di
kawasan paling Timur benua Asia yang semakin lama makin ramai.
Komunitas-komunitas sosial baru yang terbentuk dan semangat
pribumi yang berbeda dengan semangat kebangsawan di sentral Jawa membuat kota
Gresik berkembang menjadi kota pelabuhan, kota
perdagangan serta peradaban baru. Hal inilah yang menyebabkan kota
Gresik tumbuh dan berkembang dengan masyarakat yang multi cultural dan multi
etnis.
Sejak zaman kerajaan Majapahit keberadaan kota Gresik sudah
disebut-sebut sebagai salah satu prototype kota tua. Peranannya sebagai kota
dagang mulai berkembang sejak pertengahan abad ke-14 seirama dinamika kota-kota
dagang lainnya di Nusantara yang juga terkait dalam jaringan perdagangan dunia.
Dari jalur perdagangan, dari Maluku melintasi selat Flores,
Laut Jawa, selat Malaka, teluk Benggala, pantai Coromandel dan Malabar di
India, Gujarat, Persia sera diteruskan sampai ke Eropa, pada jalur inilah kota
Gresik menjadi salah satu simpul perdagangan yang sangat penting.
Lahirnya Gresik sebagai kota dagang dunia dan kota pelabuhan
disebabkan oleh posisi Gresik yang strategis sebagai kota pelabuhan karena didukung
keberadaannya di pantai utara laut Jawa yang menjadi jalur utama perdagangan
Nusantara dan Internasional.
Kondisi geologi dan struktur tanah pantai Gresik yang
sebagian besar berbatu-batu menjamin tidak ada proses pendangkalan pantai,
sehingga memudahkan kapal berlabuh. Kota Gresik yang diapit oleh dua muara
sungai besar yaitu Bengawan Solo di sisi Barat kota Gresik dan sungai Brantas
di sisi Timur menjadikan kota Gresik sebagai kota pelabuhan yang strategis
sekaligus sebagai simpul sistem perdagangan regional yang menghubungkan daerah
pedalaman pulau Jawa (jawa Tengah melalui Bengawan Solo dan Jawa Timur melalui
Sungai Brantas) dengan luar Jawa.
Sebagian wilayah Gresik terdiri dari tanah tandus, gersang
dan berbukit-bukit kapur keras sehingga tidak memungkinkan penduduk Gresik
menjadi masyarakat agraris. Pertanian padi serta sayur mayur yang membutuhkan
tanah yang cukup berair tidak akan tumbuh di Gresik. Petani petani lading bercocok tanam jenis
tanaman kering antara lain seperti buah mangga, jambu dan pisang yang bisa
tumbuh di Gresik
Mendengar Kota Gresik, yang muncul dibenak adalah kota yang
gersang dan tandus. Tapi ternyata
kota santri ini masih menyimpan tradisi seni, budaya dan gedung-gedung kuno
yang diwariskan dari karya leluhur-leluhur yang dapat dikategorikan sebagai
“masterpiece” kota yang menyimpan banyak peninggalan sejarah. Hampir diseluruh
sudut kota Gresik lama seolah bisa bercerita mengenai masa lalunya, sebuah masa
yang bisa disebut cikal-bakal sebuah setting peradaban.
Goresan masa lalu yang masih tampak diantaranya, Masjid Jami’
yang dibangun tahun 1600, gedung DPRD yang semulanya dibangun untuk markas
Belanda kemudian menjadi markas tentara Republik, beralih menjadi Kodim dan
yang terakhir dipakai untuk Gedung DPRD.
Dari gedung DPRD kita berbelok menuju jalan Raden Santri yang
dahulunya jalan Bedilan, salah satu bangunan
yang menonjol di jl Rd. Santri yang dibangun oleh H. Djarkasi tahun 1910,
awalnya bangunan ini berfungsi sebagai toko sedang bangunan atas berfungsi
sebagai rumah walet. Dipertigaan Jalan Raden Santri, Jl. Basuki Rachmad dan
Jalan HOS Cokroaminoto ada Kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dahulu dikenal
dengan ANIEM dibangun tahun 1929.
Dari jalan Rd Santri kita meneruskan jelajah menuju jl Basuki
Rachmad (d/h Lojie Gede), pertama kita lihat Sirene atau orang Gresik menyebut
Suling yang dibangun pada zaman Belanda. Fungsinya sebagai pemberitahuan kepada
penduduk kalau ada serangan musuh baik dari laut maupun dari udara.
Sebuah rumah kuno yang masih bertahan dengan keasliannya,
namanya Landraad atau Kantor Pengadilan yang dibangun oleh Pemerintah Belanda dan
disebelah kirinya terdapat bangunan Gedung Societed tempat tentara Belanda
Santai sambil bermain billyard dan berdansa. Gedung inipun dibangun oleh
Pemerintah Belanda. Pada tahun 1945 pada saat Belanda mau meninggalkan
Indonesia gedung ini dijual kepada H. Djaelan bin H. Oemar pengusaha asal
Kampung Kemasan (pemilik Gajah Mungkur).
Bangunan yang menonjol adalah Rumah sebelah kiri gedung
Societed ini. Rumah ini diapit antara gedung Societed dan Asrama tentara
Belanda, dibangun oleh orang pribumi kaya yang bergerak dalam bidang
pertambakan namanya H. Djen, sampai sekarang rumah ini tidak mengalami
perubahan.
Dari deretan gedung-gedung yang paling ujung adalah Kantor
Pos yang dibangun pada zaman Belanda. Aesitektur bangunan ini tidak mengalami
perubahan dari dia sejak dibangun dan masih berfungsi sebagai jasa pengiriman
barang bagi masyarakat Gresik.
Berseberangan dengan Kantor Pos adalah Kantor Polisi (Polres)
yang memang sejak dulu dipakai kantor Polisi. Dahulu dihalaman kantor ini ada
Lapangan Tennis yang setingkat dengan Lapangan Tennis Embong Sawo Surabaya yang
bersejarah, yang dibangun pada zaman Belanda. Dari Lapangan Tennis ini telah
tercipta pemain muda berbakat Budiman Asnar yang menjadi juara Tennis Junior Indonesia.
Sebelah kiri dari Kantor Polisi, adalah rumah dinas Wakil
Bupati, yang pada zaman Belanda merupakan
rumah dinas Assistant Recident dan pada zaman Kemerdekaan menjadi kantor
Wedono Gresik dan setelah Gresik menjadi Kabupaten rumah ini dipakai rumah
dinas Wakil Bupati.
Dari jalan Basuki Rachmad kita menuju jl. HOS Cokroaminota
d/h Garling Straat yang panjangnya hanya sekitar 200 m tetapi mempunyai sejarah perdagangan
yang cukup panjang, karena di jalan ini ada dua bangunan Ruko (rumah toko) yang
saling berhadapan. Yang sebelah Timur dibangun tahun 1903 oleh pengusaha
Belanda dan yang sebelah Barat dibangun oleh pribumi tahun 1911.
Memasuki jalan Nyai Ageng Arem-Arem yang dahulunya namanya
Embong Peti, karena ada seorang tukang pembuat peti yang hasil karya petinya
dikenal kuat dan bagus, banyak anak buah kapal dari luar Jawa yang membeli
disebabkan petinya tidak mudah rusak walaupun sering kena air laut.
Di jalan ini kita disuguhi Gedung Limo yang pintunya
berjumlah lima yang fungsi dari gedung ini dahulunya adalah gudang tempat
menyimpan kulit dan barang lainnya. Berhadapan dengan gedung ini ada gedung
yang gagah yang dibangun tahun 1898 oleh H. Djaelan B.H Oemar anak ke dari
H.Oemar Kampung Kemasan.
Kami memasuki halaman
rumah Gajah Mungkur disebut demikian karena ada patung Gajah yang mungkuri
(membelakangi jalan) jalan. Pada tahun 1926 pernah dikunjungi Raja Solo Paku
Buwono ke X, beliaupun tertarik dengan bangunan ini dan meminta H. Djaelan
untuk membangun rumah yang serupa di Solo lengkap dengan patung gajahnya, dan
sampai sekarang bangunan ini masih ada.
Disamping rumah Gajah Mungkur terdapat sederetan rumah-rumah
kuno yang masih bertahan dengan keasliannya, rumah kembar dari keluarga H.M.
Ekram bin H.M. Haroen, rumahnya Tiang Bo dengan halaman yang luas, Rumah
keluarga H. Aboe.
( Oemar Zaiduddin /Pakde Noot)
Tulisan ini sebagai panduan dalam acara TEMU PUSAKA 2012 Sub Acara: GRESIK HERITAGE TRAIL ( Jelajah Pusaka Gresik) di Kampung Kemasan, Lodjie Gede dan Wilayah Gadjah Moengkoer Gresik Kota Lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar