Sejatinya acara ini akan dibuka oleh Bapak Bupati dan Wabub
pada pukul 15.30 WIB. Lantaran hari ini di Gresik ada berbagai acara yang
bersamaan, dimana pada waktu yang sama ada pembukaan pameran lingkungan hidup
di WEP (Wahana Ekspresi Poesponegoro) dan juga Bupati dan Wabubnya tersangkut
dalam acara rapat di Gedung DPRD Kab. Gresik. Sehingga acara Gresik Djaloe ke 2
tahun 2013 sempat molor lebih dari 1 jam serta membuat para peserta Lomba Hijab
yang sudah dandan super cantik tampak cemberut. Menjadikan wajah mereka
bertolak belakang dengan dandanan mereka yang mungkin berjam-jam yang lalu
sudah siap berlenggak-lenggok dikarpet merah sepanjang Jalan Raden Santri
sampai di panggung utama di pertigaan Suling (antara Jl. R.Santri, Basuki
Rahmat dan HOS Cokroaminoto).
Namun demikian, menurut berbagai pendapat pengunjung yang mbludak memenuhi tempat acara, Event
Festival Gresik Djaloe yang dihelat untuk yang kedua kali ini dianggap sukses dibanding
tahun lalu. Ini jika dipandang dari sudut pandang jumlah pengunjung dan ragam
acaranya. Meskipun disana-sini masih perlu pembenahan untuk ke depannya.
Penggagas dan Pengawal
Mataseger, komunitas yang menggagas acara Gresik Djaloe
sehingga mendapat respon dari pemerintah dan masyarakat memiliki tujuan agar
acara Gresik Djaman Doeloe ini tidak sekedar aktivitas rutin dan hura-hura
saja, tetapi mengajak dan mengedukasi masyarakat agar mereka lebih peduli pada
kekayaan pusaka (heritage) Kota Gresik yang menurut para ahli dan tokoh
masyarakat BPPI (Badan pelestari Pusaka Indonesia) layak menjadi warisan pusaka
dunia (Heritage World) selevel Malaka Malaysia yang telah diakui lebih dulu
oleh UNESCO.
Selain itu masyarakat diharapkan lebih mengenal sejarah dan
budaya lokalnya sendiri. Intinya mengajak masyarakat untuk kembali pada jati
dirinya, tanpa perlu harus mencari keteladanan dari mana saja, meskipun
globalisasi sudah demikian mencengkeram gaya hidup sehari-hari mereka.
Kita harus sadar, bahwa jika bangsa lain ingin menghancurkan
kita, cukup dengan “menghancurkan ingatan sejarah generasi muda kita”. Oleh
karenanya agar hal itu tidak terjadi, maka kita harus kembali pada jati diri
dan kearifan lokal (local wisdom) kita yang tidak kalah dengan kearifan bangsa
lain yang belum tentu cocok dengan budaya kita.
Festival Gresik Djaman Doeloe adalah sebuah acara yang diharapkan
bisa memancing perhatian masyarakat
untuk peduli pada Heritage (warisan pusaka) seperti (1). Pusaka Budaya Ragawi/fisik (Tangible Cultural Heritage): Gedung/Bangunan
tua di Gresik yang usianya lebih dari 100 tahun, Situs makam para wali dll.(2).
Pusaka Budaya Tak Ragawi/nonfisik (Intangible
Cultural heritage): Seperti tradisi Pasar Bandeng, Malam selawe, Pencak
Macan, Hadrah dll., (3). Pusaka Alam (Natural
Heritage): Seperti Pantai-pantai indah di Bawean dll.dan (4). Pusaka
Saujana (Cultural Lanscape heritage):
Seperti hubungan antara Situs Giri Kedaton Sunan Giri dengan Pebukitan sekitar.
Intinya, Festifal Gresik Jaman Dulu tidak berdiri sendiri,
tetapi sebagai alat kampanye tentang heritage, yang mungkin nanti akan
berdampak positif lain seperti tumbuhnya ekonomi kreatif pada masyarakat
sekitar seperti dalam bentuk kuliner khas, souvenir khas, sebagai “bahan baku” proses
kreatif seniman, tergalinya sejarah yang hilang dan sebagainya, bahkan jati
diri masyarakat serta jati diri sebuah wilayah (kota).
Kuliner dan Souvenir
Pada Festival Gresik Djaloe ke-2 ini, antusiasme masyarakat sekitar kota lama
yang dilibatkan langsung untuk mengisi acara makin tampak. Hal yang bias dipakai
tolok ukur adalah makin banyaknya makanan dan minuman khas Gresik yang dulu
pernah memasyarakat (selain yang sudah terkenal seperti pudak dan sego krawu)
mulai muncul kembali. Dan tentu saja generasi muda yang belum mengenalnya,
merasa sebagai hal yang baru.
Tidak kurang dari 30 macam kuliner khas dijajakan oleh
masyarakat dengan judul DJADJANAN DJAMAN DOELOE di sekitar Jalan HOS
Cokroaminoto (Jalan terpendek di dunia), dan sekitar Lodjie Gede (Jl. Basuki
Rahmat). Yang menarik ketika para juri kuliuner menilai, sudah banyak jajanan
yang ludes diserbu pengunjung sehingga tersisa khusus untuk yang dicicipi para
juri.
Sedangkan untuk stan souvenir, mulai berkembang karya-karya
baru yang identik dengan bentuk kekhasan daerah. Menariknya, yang bikin justru kalangan muda. Mulai dari kaos
kata-kata “boso ngGersikan”, kaos bergambar heritage Gresik, sampai pada
pernak-pernik bros, gandul kunci dan sebagainya yang bercirikan Gresik.
Pada stan souvenir kali ini digandengkan dengan stan pameran
foto Gresik Jaman dulu, sehingga secara komikal masyarakat diajak untuk lebih
mudah dalam memahami “kampanye” dalam festival kali ini. Bahkan tidak sedikit
kawula muda yang menenteng HP dan kamera digital melakukan jeprat-jepret pada
foto-foto yang dipamerkan. Apa lagi dalam pameran kali ini juga disuguhkan
lukisan sket gedung dan situs Gresik serta yang lebih menarik lagi juga
dipampangkan lukisan 3 dimensi yang akan tampak jelas jika dilihat dari kamera.
Untuk mengapresiasi karya souvenir tersebut, panitia
mengadakan Lomba Cipta Souvenir khas Gresik denga hadiah total 12 juta.
Untuk konsumsi anak-anak, panitia juga membagikan buku
mewarna heritage secara gratis dan bermain pussel tentang gedung-gedung tua
serta kuliner khas.
Panggung Pertunjukan
Kalau pada tahun pertama (2012) yang lalu materi acara
panggung didominasi oleh kesenian karya anak-anak sekolah (karena ditunuti oleh
acara hardiknas), maka kali ini acara panggung “sedikit” mirip dengan konsep
Festifal Gresik Djaloe.
Dengan disediakannya 2 panggung untuk acara ini, satu
panggung utama di pertigaan Suling dan satu panggung lagi di depan gedung
Gadjah Moengkoer jalan Nyai Ageng Arem-Arem, maka makin member banyak pilihan
masyarakat untuk mengapresiasi pertunjukan.
Diawali pada praacara ditampilkan Grup Kasidah legendaries Gresik,
Giri Nada dan kemudian pertunjukan seni tradisi Pencak Macan oleh Seputro
Lumpur Gresik yang dilanjutkan dengan Lomba Hijab/Jilbab dengan total hadiah
12,5 juta, kemudian setelah Isya’ pada panggung utama di ditampilkan
pertunjukan Orkes Gambus, tari serta yang ditunggu-tunggu generasi tahun 70an,
yakni Lagu-lagu Koesplus oleh Bejo’s Grup.
Kali ini Teater SMA NUSA melanjutkan dengan tampilan
Kentrung ngGersikan dengan lakon Nyai Ageng Pinatih serta ditutup oleh Kidalang
H. Selim dalam pertunjukan Wayang Walisongo dengan cerita Babad hing Gresik.
Sedang di panggung II Kelompok Seniman Bangun Pagi menggelar Musik Reggae.
Pada hari ke-2 tampil Pencak Silat Garuda Hitam dengan
pertunjukan Pencak Silat Macan (Mirip Pencak Macan Lumpur) yang sekaligus
mengiringi Bupati dan Wabub meninjau lokasi Bakar Bandeng Massal di sepanjang jl.
Nyai Ageng Arem-Arem (Kemasan, Pekelingan, Kebungson) di tutup dengan Makan
Bandeng Bareng Bupati dan Wabub beserta masyarakat sekitar.
Acara berlanjut pada bakda Isya’, pada panggung utama tampil
Grup Gelama ( Gemar lagu-lagu lama), dilanjutkan Teater dari Kecamatan Dukun
dengancerita “Ilir-ilir Sunan Giri, dan acara panggung utama ditutup dengan
Tari Remo dan Pertunjukan Wayang Kulit Dalang Cilik.
Sedangkan di Panggung II ditampilkan pertunjukan Kasidah,
Hadrah, Teater Sidayu serta Orkes Gambus.
Sekali lagi, sekalipun antara konsep dan
pelaksanaan masih banyak yang perlu diperbaiki, namun antusiasme masyarakat
dalam Festival Gresik Djaman Doeloe (DJALOE) yang ke-2 ini menjadikan modal
semangat untuk lebih baik pada acara tahun depan. Apa lagi jika warga Gresik
tidak segan memberi kritik dan saran yang membangun. Semoga……(KRIS ADJI AW)berita terkait : Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar