Rabu, 10 Juli 2013

Gresik Jaman Dulu Mulai Mendapat Perhatian dan Menampakkan Bentuknya

Hari ini, jumat 5 Juli 2013 Festival Gresik DJALOE (Jaman Dulu) dibuka dengan pemukulan perkusi oleh Bapak Sekda Kabupaten Gresik bersama Bapak Kepala Disbudparpora serta tokoh masyarakat Bapak KH.Muchtar Djamil sekitar pukul 16.30 WIB. Acara ini akan berlangsung selama 2 hari.






Sejatinya acara ini akan dibuka oleh Bapak Bupati dan Wabub pada pukul 15.30 WIB. Lantaran hari ini di Gresik ada berbagai acara yang bersamaan, dimana pada waktu yang sama ada pembukaan pameran lingkungan hidup di WEP (Wahana Ekspresi Poesponegoro) dan juga Bupati dan Wabubnya tersangkut dalam acara rapat di Gedung DPRD Kab. Gresik. Sehingga acara Gresik Djaloe ke 2 tahun 2013 sempat molor lebih dari 1 jam serta membuat para peserta Lomba Hijab yang sudah dandan super cantik tampak cemberut. Menjadikan wajah mereka bertolak belakang dengan dandanan mereka yang mungkin berjam-jam yang lalu sudah siap berlenggak-lenggok dikarpet merah sepanjang Jalan Raden Santri sampai di panggung utama di pertigaan Suling (antara Jl. R.Santri, Basuki Rahmat dan HOS Cokroaminoto).

Namun demikian, menurut berbagai pendapat pengunjung yang mbludak memenuhi tempat acara, Event Festival Gresik Djaloe yang dihelat untuk yang kedua kali ini dianggap sukses dibanding tahun lalu. Ini jika dipandang dari sudut pandang jumlah pengunjung dan ragam acaranya. Meskipun disana-sini masih perlu pembenahan untuk ke depannya.

Penggagas dan Pengawal

Mataseger, komunitas yang menggagas acara Gresik Djaloe sehingga mendapat respon dari pemerintah dan masyarakat memiliki tujuan agar acara Gresik Djaman Doeloe ini tidak sekedar aktivitas rutin dan hura-hura saja, tetapi mengajak dan mengedukasi masyarakat agar mereka lebih peduli pada kekayaan pusaka (heritage) Kota Gresik yang menurut para ahli dan tokoh masyarakat BPPI (Badan pelestari Pusaka Indonesia) layak menjadi warisan pusaka dunia (Heritage World) selevel Malaka Malaysia yang telah diakui lebih dulu oleh UNESCO.

Selain itu masyarakat diharapkan lebih mengenal sejarah dan budaya lokalnya sendiri. Intinya mengajak masyarakat untuk kembali pada jati dirinya, tanpa perlu harus mencari keteladanan dari mana saja, meskipun globalisasi sudah demikian mencengkeram gaya hidup sehari-hari mereka.
Kita harus sadar, bahwa jika bangsa lain ingin menghancurkan kita, cukup dengan “menghancurkan ingatan sejarah generasi muda kita”. Oleh karenanya agar hal itu tidak terjadi, maka kita harus kembali pada jati diri dan kearifan lokal (local wisdom) kita yang tidak kalah dengan kearifan bangsa lain yang belum tentu cocok dengan budaya kita.

Festival Gresik Djaman Doeloe adalah sebuah acara yang diharapkan bisa memancing  perhatian masyarakat untuk peduli pada Heritage (warisan pusaka) seperti  (1). Pusaka Budaya Ragawi/fisik (Tangible Cultural Heritage): Gedung/Bangunan tua di Gresik yang usianya lebih dari 100 tahun, Situs makam para wali dll.(2). Pusaka Budaya Tak Ragawi/nonfisik (Intangible Cultural heritage): Seperti tradisi Pasar Bandeng, Malam selawe, Pencak Macan, Hadrah dll., (3). Pusaka Alam (Natural Heritage):  Seperti  Pantai-pantai indah di Bawean dll.dan (4). Pusaka Saujana (Cultural Lanscape heritage): Seperti hubungan antara Situs Giri Kedaton Sunan Giri dengan Pebukitan sekitar.

Intinya, Festifal Gresik Jaman Dulu tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai alat kampanye tentang heritage, yang mungkin nanti akan berdampak positif lain seperti tumbuhnya ekonomi kreatif pada masyarakat sekitar seperti dalam bentuk kuliner khas, souvenir khas, sebagai “bahan baku” proses kreatif seniman, tergalinya sejarah yang hilang dan sebagainya, bahkan jati diri masyarakat serta jati diri sebuah wilayah (kota).

Kuliner dan Souvenir

Pada Festival Gresik Djaloe ke-2  ini, antusiasme masyarakat sekitar kota lama yang dilibatkan langsung untuk mengisi acara makin tampak. Hal yang bias dipakai tolok ukur adalah makin banyaknya makanan dan minuman khas Gresik yang dulu pernah memasyarakat (selain yang sudah terkenal seperti pudak dan sego krawu) mulai muncul kembali. Dan tentu saja generasi muda yang belum mengenalnya, merasa sebagai hal yang baru.

Tidak kurang dari 30 macam kuliner khas dijajakan oleh masyarakat dengan judul DJADJANAN DJAMAN DOELOE di sekitar Jalan HOS Cokroaminoto (Jalan terpendek di dunia), dan sekitar Lodjie Gede (Jl. Basuki Rahmat). Yang menarik ketika para juri kuliuner menilai, sudah banyak jajanan yang ludes diserbu pengunjung sehingga tersisa khusus untuk yang dicicipi para juri.
Sedangkan untuk stan souvenir, mulai berkembang karya-karya baru yang identik dengan bentuk kekhasan daerah. Menariknya, yang  bikin justru kalangan muda. Mulai dari kaos kata-kata “boso ngGersikan”, kaos bergambar heritage Gresik, sampai pada pernak-pernik bros, gandul kunci dan sebagainya yang bercirikan Gresik.

Pada stan souvenir kali ini digandengkan dengan stan pameran foto Gresik Jaman dulu, sehingga secara komikal masyarakat diajak untuk lebih mudah dalam memahami “kampanye” dalam festival kali ini. Bahkan tidak sedikit kawula muda yang menenteng HP dan kamera digital melakukan jeprat-jepret pada foto-foto yang dipamerkan. Apa lagi dalam pameran kali ini juga disuguhkan lukisan sket gedung dan situs Gresik serta yang lebih menarik lagi juga dipampangkan lukisan 3 dimensi yang akan tampak jelas jika dilihat dari kamera.
Untuk mengapresiasi karya souvenir tersebut, panitia mengadakan Lomba Cipta Souvenir khas Gresik denga hadiah total 12 juta.

Untuk konsumsi anak-anak, panitia juga membagikan buku mewarna heritage secara gratis dan bermain pussel tentang gedung-gedung tua serta kuliner khas.

Panggung Pertunjukan

Kalau pada tahun pertama (2012) yang lalu materi acara panggung didominasi oleh kesenian karya anak-anak sekolah (karena ditunuti oleh acara hardiknas), maka kali ini acara panggung “sedikit” mirip dengan konsep Festifal Gresik Djaloe.

Dengan disediakannya 2 panggung untuk acara ini, satu panggung utama di pertigaan Suling dan satu panggung lagi di depan gedung Gadjah Moengkoer jalan Nyai Ageng Arem-Arem, maka makin member banyak pilihan masyarakat untuk mengapresiasi pertunjukan.

Diawali pada praacara ditampilkan Grup Kasidah legendaries Gresik, Giri Nada dan kemudian pertunjukan seni tradisi Pencak Macan oleh Seputro Lumpur Gresik yang dilanjutkan dengan Lomba Hijab/Jilbab dengan total hadiah 12,5 juta, kemudian setelah Isya’ pada panggung utama di ditampilkan pertunjukan Orkes Gambus, tari serta yang ditunggu-tunggu generasi tahun 70an, yakni Lagu-lagu Koesplus oleh Bejo’s Grup.

Kali ini Teater SMA NUSA melanjutkan dengan tampilan Kentrung ngGersikan dengan lakon Nyai Ageng Pinatih serta ditutup oleh Kidalang H. Selim dalam pertunjukan Wayang Walisongo dengan cerita Babad hing Gresik. Sedang di panggung II Kelompok Seniman Bangun Pagi menggelar Musik Reggae.

Pada hari ke-2 tampil Pencak Silat Garuda Hitam dengan pertunjukan Pencak Silat Macan (Mirip Pencak Macan Lumpur) yang sekaligus mengiringi Bupati dan Wabub meninjau lokasi Bakar Bandeng Massal di sepanjang jl. Nyai Ageng Arem-Arem (Kemasan, Pekelingan, Kebungson) di tutup dengan Makan Bandeng Bareng Bupati dan Wabub beserta masyarakat sekitar.

Acara berlanjut pada bakda Isya’, pada panggung utama tampil Grup Gelama ( Gemar lagu-lagu lama), dilanjutkan Teater dari Kecamatan Dukun dengancerita “Ilir-ilir Sunan Giri, dan acara panggung utama ditutup dengan Tari Remo dan Pertunjukan Wayang Kulit Dalang Cilik.

Sedangkan di Panggung II ditampilkan pertunjukan Kasidah, Hadrah, Teater Sidayu serta Orkes Gambus.
Sekali lagi, sekalipun antara konsep dan pelaksanaan masih banyak yang perlu diperbaiki, namun antusiasme masyarakat dalam Festival Gresik Djaman Doeloe (DJALOE) yang ke-2 ini menjadikan modal semangat untuk lebih baik pada acara tahun depan. Apa lagi jika warga Gresik tidak segan memberi kritik dan saran yang membangun. Semoga……(KRIS ADJI AW)

berita terkait : Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar