Tiko Hamzah Pantang Menyerah.Itulah yang jadi judul pamerannya kali ini.Sebuah poster yang bagus melukiskan Tiko berkostum Superman, tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi dan mengepal.Padahal kondisi aslinya, dia sedang tergolek lemah di rumahnya .Mata kanannya ditutup perban.Sakit yang menderanya sekian bulan belakangan inimembuatnya tidak berdaya.Toh semangatnya masih tetap membara
.Persis
saat usianya mematok angka 53 tahun kali ini, dia mengibarkan bendera sebagai pelukis
yang pantang menyerah dengan kondisi fisik yang lemah. Tentu saja kawan-kawannya
tak mau berdiam diri melihat semangat membara lelaki yang satu ini. Mereka bahu
membahu membantu mempersiapkan pameran retrospeksi ini dengan cara dan sesuai kapasitas
masing-masing. Mereka seolah merasa ditantang, “kalau Tiko saja pantang menyerah,
mengapa saya berdiam diri saja?”
Pantang
Menyerah, itu bukan sekadar tema pameran, bukan merupakan sombong-sombongan,
melainkan sebuah tantangan bagi siapapun, tanpa kecuali, dalam menghadapi hidup
dan kehidupan ini. Apapun persoalan yang kita hadapi, seberat apapun, maka semangat
yang harus dikobarkan adalah Pantang Menyerah.
Memang
sudah sejak lama Tiko Hamzah dikenal sebagai pelukis yang tak pernah diam. Alumnus jurusan senirupa
IKIP Negeri Surabaya (Unesa) ini juga berprofesi menjadi dosen senirupa di
Universitas PGRI Adibuana (Unipa) Surabaya. Dia juga mengajar privat melukis,
aktif di dunia penerbitan, juga menjadi penggerak senirupa di Gresik.
Bersama
Hannavy, Kris A.W, dan sejumlah pelukis lain, Tiko mengibarkan bendera Sanggar Lentera
yang pernah Berjaya sekitar tahun 1980an. Juga pernah bergabung dengan Sanggar Sangkakala
bersama Setyoko dan Teater 13 Verdom bersama Soetanto Soepiadhy. Lelaki bernama
asli Sutikno Hamzah ini tak pernah lepas sama sekali dari aktivitas kesenian. Sementara
jam tebangnya sebagai pelukis, entah sudah berapa puluh kali dia pameran lukisan,
termasuk sekian kali pameran tunggal. Bapak dua anak ini tetap produktif menjadi
professional sebagai pelukis, di tengah-tengah berbagai aktivitasnya yang lain.
Melukis
bagi dia adalah sebuah media katarsis di tengah hidup yang semakin semrawut ini.
Karena itu, tidak jarang figur-figur yang ”sakit” muncul di atas kanvasnya. Lepas dari semuanya
itu, garis-garisnya yang spontan dan kuat seakan tekatnya yang keras menghadapi
hidup ini. Tiko adalah figur yang idealis sekaligus realis menghadapi keseharian.
Dia senantiasa gelisah untuk menemukan dan mengembangkan jatidirinya.
Jadi,
seorang Tiko Hamzah memang berbulan-bulan belakangan ini sakit takberdaya,
menghadapi cobaan persoalan fisik dan psikologis. Toh dia dengan tegar masih mengepalkan
tangannya dalam sebuah pameran retrospeksi “PantangMenyerah”. Lantas, apakah kita
sedemikian mudahnya menyerah menghadapi keruwetan dan persoalan selama ini? Tunjukkan
pada dunia, bahwa kita juga tergolong orang-orang yang pantang
menyerah. Ayo, semangat. (*) Oleh : Henri Nurcahyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar